Cerita-cerita yang Menggugah Selera dalam Selama Ada Sambal, Hidup Akan Baik-Baik Saja (2021)

oleh: Divani Majidullah Syarief

 

Judul: Selama Ada Sambal, Hidup Akan Baik-Baik Saja
Penulis: Nuran Wibisono
Penerbit: Buku Mojok
Ketebalan: xxii + 222 halaman
Tahun Terbit: 2021

 

Suatu kali ayahmu bilang: makan itu sama saja dengan minum wine. Bagaimana bisa, tanyamu. Apalagi kamu tak pernah melihat ayahmu minum wine, kecuali anggur kolesom bergambar bapak tua dengan janggut putih yang ia simpan di rak lemari pendingin. Kamu tahu kalau ayahmu hanya berkelakar sembari mengombinasikannya dengan pengetahuan perihal boga yang dia baca atau dengar. Tapi lalu kau paham kalau ayahmu serius, saat ia menatap matamu ketika berbicara. (hal. 13-14)

 

Begitulah sepenggal tulisan dari Nuran Wibisono. Penulis yang pernah mengaku mengagumi Bondan Winarno ini mencoba peruntungannya menulis tentang masakan. Dalam bukunya yang sebelumnya, Nice Boys Don’t Write Rock N Roll (2017) Nuran menuliskan kekagumannya pada Bondan, “Pria tersebut mampu menulis beragam topik. Dari skandal emas, ekonomi dan periklanan, hingga kuliner.” Lalu, dalam buku terbitan EA Books tersebut dirinya juga dengan malu-malu—merendahkan bakat—dengan menuliskan, “Intinya mungkin begini. Saya adalah penyuka hair metal dan akan kebingungan jika harus menuliskan tentang Ayu Ting Ting.” Namun, pada buku barunya ini, Nuran mencoba mengikuti jejak penulis idolanya, Bondan Winarno.

 

Buku berjudul Selama Ada Sambal, Hidup Akan Baik-Baik Saja (2021) adalah hasil karya tulis Nuran Wibisono mengenai kuliner. Buku terbitan Buku Mojok ini membuktikan bahwa bakat menulis Nuran tidaklah serendah yang ia tuliskan sendiri dalam Nice Boys Don’t Write Rock N Roll (2017). Pada Selama Ada Sambal, Hidup Akan Baik-Baik Saja (2021), Nuran menyebutkan bahwa menulis mengenai makanan adalah caranya untuk merekatkan banyak kenangan yang berserakan. Dia menulis untuk mengisi ruang kosong yang ditinggalkan ayahnya. Orang yang mengajarkan Nuran pada musik dan makanan. Bisa dikatakan, menulis adalah defense mechanism milik Nuran.

 

“Pada satu titik, menulis makanan ternyata bisa lebih menyenangkan karena berangkat pada titik pijak senang-senang. Karena semangat itu, saya tak punya ekspektasi apapun, dan membiarkan tulisan-tulisan makanan saya terbang ke mana mereka mau,” tulis Nuran dalam pengantar Selama Ada Sambal, Hidup Akan Baik-Baik Saja (2021).

 

Dari kutipan tersebut, terlihat bahwa Nuran menikmati prosesnya ketika menulis mengenai makanan. Hasilnya terbukti, buku Selama Ada Sambal, Hidup Akan Baik-Baik Saja (2021) berisi lebih dari dua puluh tulisan yang semuanya membahas kuliner. Tanpa bakat yang bagus, agaknya sulit seseorang bisa menulis sesuatu yang disebutnya laku tetirah dari pekerjaannya ini.

 

Selama Ada Sambal, Hidup Akan Baik-Baik Saja (2021) dibuka dengan tulisan yang tampaknya cukup personal bagi Nuran. Dirinya menuliskan mengenai semangkuk soto Banjar dan Mamaknya yang kehilangan semangat hidup setelah ditinggal suaminya. Nuran mampu mengombinasikan kisah sentimentil khas anak dan ibu dengan topik yang menggugah selera layaknya makanan. Ini membuat tulisannya menjadi berintrik dan tidak menjenuhkan pembaca.

 

Pada tulisan lainnya, Nuran menambahkan bumbu lain yang tak kalah menarik dalam tulisannya ini. Pada tulisan berjudul “Sekaleng Cola di Pyongyang” Nuran menambahkan sedikit taburan politik di dalamnya. Tulisan tersebut membahas mengenai pengalaman Nuran mencicipi naengmyeon, mi khas Korea Utara. Dirinya menyantap makanan tersebut di restoran Pyongyang, satu-satunya restoran di dunia yang dikelola oleh negara. Menariknya, restoran ini bersebelahan dengan restoran yang menyajikan santapan Korea Selatan yang berdiri lebih mentereng dan mencolok mata. Namun, di restoran yang semua krunya didatangkan langsung dari Korea Utara ini Nuran mendapatkan sedikit pencerahan yang tampaknya harus direnungkan baik oleh Korea Utara dan Korea Selatan untuk menyelesaikan pertikaiannya.

 

Selain itu Selama Ada Sambal, Hidup Akan Baik-Baik Saja (2021) juga mempunyai cerita yang syarat akan mitos dalam “Sepotong Manti Plov dari Muhammad”. Pada tulisan ini, Nuran mencoba membahas makanan dari Negeri Beruang Merah, stolichny. Makanan yang merupakan hasil jiplakan Ivan Ivanov dari Lucien Oliver. Nama kedua orang ini adalah mantan pemilik restoran Hermitage yang kala itu kondang di seantero Moskow dengan menu khasnya sebuah sajian serupa salad. Menu andalan inilah yang coba dijiplak oleh Ivan Ivanov. Meskipun jiplakannya gagal, setidaknya Ivan Ivanov berjasa menyebarkan resep tiruan tersebut. Resep asli yang dimiliki Lucien Oliver, hingga kini tetaplah menjadi mitos.

 

Secara keseluruhan, Selama Ada Sambal, Hidup Akan Baik-Baik Saja (2021) adalah buku yang menarik. Nuran membuktikan bahwa bakat menulisnya bukanlah omong kosong. Dirinya mampu menuliskan kuliner tanpa membuat pembaca bosan. Pun, tak terbatas kuliner lokal yang ditulisnya, kuliner mancanegara juga tak luput dari jangkauannya yang telah ia tulis ke dalam buku Selama Ada Sambal, Hidup Akan Baik-Baik Saja (2021) ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *