Menafsirkan Ulang Narasi-Narasi Besar Lewat Cerita Pendek

Judul: Persembunyian Terakhir Ilyas Hussein dan Cerita Lainnya
Penulis: Muhammad Nanda Fauzan
Penerbit: Buku Mojok (Buku Mojok Group)
Jumlah halaman: 188 halaman
Ukuran: 13x19 cm 
ISBN: ISBN: 978-623-7284-73-4

Cerita-cerita pendek yang terkumpul dalam Persembunyian Terakhir Ilyas Hussein dan Cerita Lainnya adalah proses pendefinisian ulang atas pelbagai hal yang kadung ajek; dari sosok dan peristiwa, mitos-mitos, hingga tradisi. Tiga tema kunci tersebut menjadi penting dan relevan karena, bukan hanya telah lama dikungkung oleh pemahaman—yang dibuat seolah—tunggal, tetapi juga terus bertransofmasi dan menjadi medan perebutan wacana.

Sekelompok orang menciptakan tafsir tentang tokoh dan peristiwa, sebab keduanya menjadi monument non fisik yang penting. Konsekuensi negatifnya, sebagian tokoh menjadi demikian agung sementara tokoh yang lain menjadi tak berfaedah sehingga dihapus dalam sejarah, peristiwa juga selalu dikemas dengan cara yang didaktis bahkan—untuk waktu yang cukup lama—tak tersedia ruang alternatif bagi perspektif lain. Mitos dan tradisi, oleh sekelompok
orang, dijejalkan sebagai warisan kuno yang tak punya fungsi praktis—bahkan, bagi sebagian kelompok dianggap melunturkan kepercayaan. Ritual-ritual dilarang, sesajen dirusak secara terang-terangan. Padahal mitos selalu memiliki maksud, dan setiap tradisi hadir dengan fungsi yang begitu spesifik; manifestasi.

Tema-tema di atas memang menghadirkan impresi seakan-akan naskah ini punya pretensi mengurai hal-hal yang kelewat ‘besar’ dan ‘canggih’. Namun, ia menjadi mudah-diterima karena mengolah sesuatu yang tampak renik, sepele, tak penting, baik melalui tokoh-tokohnya yang kecil dan terpinggirkan, atau motif yang kemudian menjelma menjadi konflik. Inilah keunggulan utama buku ini.

Sebanyak 18 cerita pendek Nanda sajikan dalam buku ini, dan semuanya ia hadirkan sebagai usaha untuk menafsirkan ulang narasi-narasi besar tersebut. Khususnya tentang kampung halamannya, provinsi Banten. Sebagai generasi muda yang banyak diwarisi narasi-narasi besar, Nanda berusaha menyerapnya dengan kritis.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *