Judul: Si Kecil yang Terluka dalam Tubuh Orang Dewasa Penulis: Patresia Kirnandita Penerbit: EA Books (Buku Mojok Group) Jumlah halaman: xviii + 230 halaman Ukuran: 13x19 cm ISBN: ISBN: 978-623-96940-8-1
Yogyakarta, 25 November 2021- Penerbit EA Books akan merilis buku nonfiksi berjudul Si Kecil yang Terluka dalam Tubuh Orang Dewasa karya Patresia Kirnandita pada akhir November ini. Buku bergenre psikologi ini merupakan buku pertama Patres setelah bertahun-tahun sebelumnya menjadi jurnalis di berbagai media.
Dalam buku setebal 248 halaman ini Patres menuliskan dua tema yang marak dibicarakan di Indonesia dalam dua tahun belakangan: inner child terluka dan toxic parenting. Kedua tema ini tengah jadi kegelisahan banyak orang yang menyadari bahwa semasa kecil mereka mengalami pengasuhan toksik yang berimbas pada cara hidup mereka di masa dewasa.
Lewat buku ini Patres mengajak pembaca untuk bersikap terbuka dan mengakui bahwa pengasuhan toksik bisa berdampak panjang pada kehidupan orang dewasa. Patres menggunakan cerita-cerita pribadinya sebagai cermin atas pengalaman banyak orang. Cerita personalnya adalah pengalaman universal semua orang. Meski demikian, naskah ini tidak terjebak pada cerita pribadi saja, melainkan juga disertai dengan referensi ilmu psikologi sebagai acuan bagi pembaca. Dengan demikian, format buku ini adalah semi personal literature dan kelimuan psikologi. Sebuah model buku yang belum jamak ditemukan di Indonesia.
“Seperti halnya banyak penulis lain yang mengisahkan pengalaman hidup mereka, saya ingin menelanjangi diri lewat tulisan ini, menjadikannya rentan terhadap apa pun setelah sekian lama membangun benteng dengan kawat berduri. Jelas saja ini tidak mudah karena berkaitan dengan keluarga sendiri,” ujar Patres menanggapi upayanya menulis buku ini.
Sebelum menulis buku ini, Patres telah menuliskan beberapa artikel di beberapa media tempatnya bekerja mengenai pengasuhan toksik yang dialami dirinya dan beberapa orang lain. Betapa cara asuh merusak proses perkembangan seseorang bahkan sampai ia memiliki anak. Luka masa kecil juga tidak akan sembuh hanya karena tahun yang berlalu, ia membekas dalam diri seseorang.
Butuh kesadaran dan pengetahuan untuk mengakui bahwa luka itu masih ada dan memengaruhi hidupnya. Jika tidak, maka luka itu akan diteruskan pada keturunannya kelak. Luka masa kecil yang tidak tersembuhkan akan berlanjut menjadi toksik parenting. Siklus ini hanya dapat berhenti jika sebuah generasi mulai menyadari isu ini dan mau membicarakannya secara terbuka. Dengan demikian, membicarakan luka masa kecil merupakan upaya untuk menciptakan generasi yang lebih baik di masa depan.
“Bagi kalian yang sedang atau pernah mengalami pola asuh toksik hingga memiliki luka mendalam hingga sekarang, saya mengirim pelukan jauh dari sini. Saya berharap buku ini bisa membantu dan menemani teman-teman yang mengalaminya, sehingga teman-teman tidak lagi merasa sendirian, tidak lagi merasa suaranya tidak layak didengar dan sakitnya tidak diakui,” pungkas Patres.