Mengulik Keruwetan Dapur TV

Judul: 3…2…1…, Action! 
Penulis: Dessy Liestiyani
Penerbit: Buku Mojok (Buku Mojok Group)
Jumlah halaman: 131 halaman
Ukuran: 13x19 cm 
ISBN: ISBN: 978-623-7284-68-0

 

Tentu masih segar di ingatan kita perihal ramainya perbincangan di media sosial beberapa waktu lalu terkait tayangan sinetron azab di salah satu stasiun TV Indonesia. Mulai dari logika cerita, sinematografi dan eksekusi editing, pilihan aktor, dan lain-lain.

Semua pembahasan ini pada dasarnya menyoal kualitas tayangan TV kita yang sangat beragam. Mulai dari sinetron, talk show, games, sampai berita. Bahwa mayoritas tayangan TV di Indonesia sangat minim nilai positifnya. Meskipun banyak yang mengamini, hal ini tentu masih bisa diperdebatkan lantaran beragamnya demografi konsumen TV Indonesia.

Sudah banyak buku-buku penelitian serius yang membahas bagaimana industri TV berjalan dan menyajikan banyak data mengejutkan bagi khalayak. Kali ini, dari sudut pandang seorang mantan kru TV, kita bisa melihat bagaimana industri ini (khususnya di Indonesia) digerakkan dengan berbagai usaha yang bisa jadi titik diskusi baru untuk menjelaskan kenapa tayangan TV kita hadir seperti hari ini.

 

Dessy Liestiyani memulai kariernya di industri TV sejak awal dekade 2000-an. Selama sebelas tahun ia mencicipi kerja di berbagai lini produksi program, di dua stasiun TV berbeda. Ada banyak hal yang Dessy bagi, yang bisa memberi perspektif lain perihal bagaimana dapur TV beroperasi. Sebelumnya, Dessy beberapa kali membagikan pengalaman ini di esai-esai karyanya yang dimuat di beberapa media online. Dessy membahas bagaimana ia awalnya bisa terikat dengan TV sebagai pemirsa setia sejak masa kanak, hingga akhirnya masuk menjadi bagian dari industri yang cukup  besar dan “kejam” ini. Tentu ada banyak hal yang mengejutkannya dan menuntut ia untuk segera berganti pola pikir, dari konsumen jadi produsen.

 

Jumlah penonton TV masih jauh dari surut, bahkan naik cukup siginifikan selama pandemi. Hal ini membuat industri hiburan TV masih akan berjalan cukup jauh. Begitu juga dengan pembahasan tentangnya yang tidak akan pernah hilang selama TV masih diminati. Itulah kenapa kami merasa buku ini penting, tidak dalam artian untuk menggurui dan memberi pembenaran pada hal tertentu melainkan untuk memberi ruang pada perspektif lain yang tidak kala penting: sudut pandang kru TV. Dessy menuliskan pengalamannya dengan bahasa yang sangat sederhana dan cenderung riang. Walau tentu saja hidup kru TV tidak melulu soal senang-senang karena justru mereka lebih rentan stres agar orang lain merasa terhibur dan industri bisa hidup.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *