Oleh: Erhan Al Farizi
Laki-laki yang Tak Berhenti Menangis: Kumpulan Kisah Islami Penyejuk Hati (2019) merupakan buku terakhir yang ditulis Rusdi Mathari. Buku ini ditulis sebelum Cak Rusdi—begitu panggilan akrabnya—berpulang. Berbicara tentang Cak Rusdi, laki-laki, dan menangis, barangkali pembaca akan teringat bukunya yang lain dengan judul Laki-laki Memang Tidak Menangis, Tapi Hatinya Berdarah, Dik. Akan tetapi, buku Laki-laki yang Tak Berhenti Menangis memiliki perbedaan signifikan. Buku dengan sampul jingga ini lebih menceritakan tentang kisah-kisah Islami yang memuat ajaran rahmatan lil ‘alamin. Tentu buku ini sangat aktual mengingat maraknya dakwah Islam dengan penyampaian yang penuh amarah dan rasa takut.
Buku dengan ketebalan viii+115 halaman ini berisi tentang kumpulan kisah Islam dengan benang merah kedamaian. Melalui pengantarnya, penulis menjelaskan bahwa beragama seharusnya membuat sisi kemanusiaan manusia lebih baik dari sebelumnya, bukan justru sebaliknya. Agama Islam pun awalnya berasal dari kata salam yang artinya ‘selamat’. Lebih lanjut, seperti dijelaskan sebelumnya, Islam adalah agama yang memiliki sifat rahmatan lil ‘alamin. Sifat ini menjelaskan bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam, tidak hanya terbatas pada pemeluknya saja. Salah satu kisah yang menarik dari buku ini adalah “Nasrani”. Pada awal kisahnya, Cak Rusdi menceritakan ulang peristiwa di Tual, Maluku Utara, ketika masyarakat Islam dan Nasrani bahu-membahu membangun Masjid Raya Tual. Kisah harmonisnya antarumat beragama ini nyatanya dulu juga dilakukan oleh Nabi Muhammad, SAW.
Kisah tersebut adalah ketika suatu sore di Madinah umat Nasrani dari Yaman yang menunaikan ibadah di Masjid Nabawi. Awalnya ada beberapa umat Islam yang keberatan, namun ternyata justru Rasulullah yang mengizinkan mereka melakukan misa di sayap Masjid. Hal itu diizinkan Rasulullah karena umat Nasrani memiliki sejarah baik ketika dulu umat Islam disambut dengan hangat di Eritrea.
Kisah lain yang menyentil adalah “Azazil”. Kisah ini menceritakan kronologi terbentuknya makhluk pembangkang Tuhan bernama “Iblis”. Ternyata dulu, Iblis bernama Azazil, adalah makhluk yang sangat taat kepada Allah SWT, karena ketaatannya niscaya Allah SWT akan mengabulkan semua doanya. Ketaatan itulah yang menjadikannya penghulu malaikat yang pada setiap lapisan langit memiliki gelar kehormatan.
Suatu ketika Allah mengumpulkan para malaikat untuk mengumumkan penciptaan manusia. Kemudian Allah memerintahkan malaikat bersujud kepada Adam. Semua malaikat bersujud kecuali Azazil. Azazil itulah yang kemudian disebut Iblis, yang karena kesombongannya dijanjikan akan mendapat laknat Allah. Kisah tersebut seolah menegaskan bahwa manusia harusnya menghindari efek tinggi hati. Manusia yang memiliki perasaan paling benar dan tidak mengakui ketidaksempurnaannya ternyata memiliki sebagian sifat Iblis.
Kelebihan dari buku ini tentu terletak pada wacana yang diusung. Rusdi Mathari begitu piawai menunjukkan keberaniannya dengan cara yang lembut. Keberanian tersebut berupa sikapnya mengkritik kondisi sosial, khususnya pemeluk Islam yang tidak mengindahkan kemanusiaan. Kutipan yang barangkali dapat menggambarkan gagasan pemikiran Cak Rusdi tersebut ini adalah:
“Urusan akidah adalah urusan masing-masing individu tapi urusan berhubungan baik dengan sesama adalah urusan bersama.” (halaman 101)
Cak Rusdi dapat membuktikan bahwa Islam masih mampu untuk diajarkan dengan jalur damai. Tentu jalan yang dipilih Cak Rusdi bukanlah jalur yang diyakininya atas rasa intuitif, melainkan dari pemahamannya terhadap sikap Nabi Muhammad. Buku ini menunjukkan bahwa betapa manusia masih memiliki banyak lubang kesalahan, sehingga manusia hendaknya menghindari sifat superioritas.
Kisah-kisah dalam buku ini juga terbilang singkat, sehingga memudahkan pembaca untuk mengatur waktu ketika membaca buku tersebut. Jumlah maksimal dalam setiap kisah hanyalah tiga halaman. Hal ini tentu akan membuat pembaca lebih mudah menangkap substansi pada masing-masing kisahnya. Akan tetapi, pada beberapa bagian buku ini ditemukan kalimat-kalimat panjang yang mungkin akan membingungkan pembaca. Kesulitan pemahaman tersebut ditimbulkan karena susunan kalimat panjang yang kurang sesuai penempatan ketukannya. Kendati begitu, buku ini sangat layak dibaca karena memuat ajaran kebaikan yang dibawa dengan penuh kesejukan. Lagipula tidak ada agama yang tidak mengajarkan kasih sayang.