Syiah, Sebongkah Akik dan Fenomena Maulid

Judul: Mereka Sibuk Menghitung Langkah Ayam 
Penulis: Rusdi Mathari
Penerbit: Buku Mojok (Buku Mojok Group)
Jumlah halaman: vi + 214 halaman
ISBN: ISBN: 978-602-1518-63-8

 

Buku Mereka Sibuk Menghitung Langkah Ayam ini berisi sembilan belas naskah reportase Rusdi Mathari yang tersaji dengan mendalam, menarik, dan sesekali menggelitik. Dengan sembilan belas naskah tersebut, pembaca dibawa berlayar ke samudera luas dengan beragam cuaca, angin, ombak, dan kisah. Salah satunya mengenai aliran syiah, sebongkah akik dan fenomena Maulid Nabi di tanah Madura.

Sebagai pria kelahiran Situbondo Jawa Timur, Rusdi Mathari sangat paham seluk-beluk kondisi dan adat berbagai daerah di Jawa Timur, terlebih menyangkut pengusiran penganut paham Syiah serta pembakaran tempat tinggal mereka di Pulau Garam. Sajian laporan ala Cak Rusdi yang sangat mendalam dan detail ini, membuat pembaca mengetahui duduk perkara hingga ke akar-akarnya.

Aksi pembakaran rumah-rumah orang Syiah oleh massa itu terjadi pada Kamis, 29 Desember 2011 di Karang Gayam dan Bluuran, Sampang, Madura, Jawa Timur. Rumah yang dibakar di Karang Gayam adalah milik Tajul Muluk, sedangkan yang di Bluuran merupakan rumah milik Iklil Milal. Keduanya adalah kakak beradik yang dikenal sebagai ustaz Syiah. Sejak peristiwa itu, keduanya ditahan, diadili, lalu divonis penjara dua tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sampang, Juli 2012, karena dianggap mengajarkan aliran sesat.

Dalam reportase ini disebutkan pula pembiasaan-pembiasaan orang-orang Syiah yang berbeda dengan tradisi ibadah umat Islam Indonesia pada umumnya. Salah satunya, mereka mengagung-agungkan Sayyidina Ali, tapi memaki-maki sahabat Nabi yang lain. Siti Asiyah disebut pelacur.

Selain itu, ajaran Syiah yang dibawa Tajul dan Iklil memperbolehkan berhubungan badan meskipun istri sedang datang bulan. Melakukan salat fardu hanya tiga waktu. Dan mengharamkan tarawih dan tadarus al-Qur’an. Fanan, salah satu pengikut ajaran Syiah mengaku tidak pernah salat Jumat, dengan alasan sebab orang yang menunaikan salat Jumat harus bersih dan wangi sehingga tidak ada alasan bagi orang yang kotor dan bau untuk menunaikan salat Jumat.

Tak ketinggalan, dalam mengupas ciri-ciri orang Madura yang menganut ajaran ahlus sunah wal jamaah dan NU sejati, biasanya mereka suka mengenakan sebongkah akik di jari manis kanan-kirinya, membaca qunut ketika Subuh, gemar tahlilan dan senang membawa jimat.

Kebiasaan orang Madura ketika ada tetangga yang ditimpa musibah kematian, akan membawa segantang beras atau sebungkus gula sebagai tanda ikut berduka. Lalu ketika pulang, pihak keluarga yang berduka akan menitipkan bingkisan berupa nasi dan sebagainya. Kalau ada pihak keluarga yang berduka lupa, atau tidak memberikan bingkisan kepada orang-orang yang ikut melawat, dengan mudah orang-orang akan memberi cap keluarga yang berduka itu sebagai pengikut Muhammadiyah atau sesat.

Seterusnya mengenai fenomena Maulid Nabi di Madura, Cak Rusdi dengan gamblang dan berani juga menguak lebar dan menelusurinya secara tajam. Di Madura, acara memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad diperingati bukan hanya di masjid atau musala, melainkan di setiap rumah penduduk. Dalam satu hari, bahkan bisa ada sebelas rumah yang mengadakan maulid meski waktunya tidak bersamaan.

Setiap istri dan setiap ibu lalu sibuk memasak untuk menjamu undangan dan kiai, namun makanan yang sudah dimasak oleh mereka pada akhirnya menjadi sia-sia karena tidak ada yang makan. Bahkan, tak jarang sebagian mereka meminjam uang demi berlomba-lomba mengundang kiai untuk merayakan Maulid tersebut.

Musim Maulid biasanya juga menjadi musim panen bagi para kiai. Setiap rumah seolah berlomba-lomba mengundang para kiai, yang tentu saja harus diberi uang saku. Namun, yang menyedihkan, orang-orang yang tidak punya cukup uang untuk merayakan Maulid akan meminjam ke tetangga.

Dan masih banyak lagi. Begitulah gaya Cak Rusdi dalam memaparkan laporan temuannya di lapangan. Menukik, menarik, dan menggelitik. Selamat membaca!

—————————–

Fathorrozi, alumnus Pascasarjana UINKHAS Jember, kini mengelola Yayasan Pendidikan Islam Qarnul Islam Ledokombo Jember.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *