logo blog buku mojok

Kumpulan Kutipan Menarik dari Rumah ini Tak Lagi Sama

Kehilangan orang tua adalah pengalaman yang tak terlupakan, sebuah momen yang menggoreskan luka mendalam dalam sanubari dan meninggalkan jejak kekosongan yang sulit terisi. Rasanya seperti dunia tiba-tiba kehilangan warnanya, suara tawa riuh yang dulu selalu menggema di rumah kini berganti dengan kesunyian yang menusuk. Di tengah gejolak emosi dan pertanyaan yang tak terjawab, menemukan pegangan untuk menavigasi perjalanan duka ini menjadi sangat penting.

Di tengah badai emosi yang bergelora, saat air mata tak kunjung berhenti mengalir dan hati terasa tercabik-cabik, kita membutuhkan pegangan untuk menavigasi perjalanan duka ini. Kita membutuhkan sebuah pelita yang dapat menyinari jalan di tengah kegelapan, menuntun kita menuju penyembuhan dan penerimaan.

Di sinilah buku Rumah Ini Tak Lagi Sama hadir sebagai pelita di tengah kegelapan, menawarkan kehangatan dan bimbingan bagimu yang sedang berduka. Ditulis oleh Ulfa Qurrota Ainy, seorang penulis yang juga pernah merasakan pedihnya kehilangan orang tua, buku ini bukanlah sekedar kumpulan kata-kata di atas kertas, melainkan sebuah rangkulan hangat penuh empati yang menuntunmu menuju penyembuhan dan penerimaan.

Menyelami Kedalaman “Rumah Ini Tak Lagi Sama”

Apa yang membuat buku ini begitu istimewa dan layak menjadi teman setiamu dalam menghadapi duka kehilangan orang tua?

  • Kisah Nyata yang Menyentuh Hati: Ulfa Qurrota Ainy, sang penulis, dengan tulus ikhlas mencurahkan pengalaman pribadinya dalam menghadapi duka kehilangan kedua orang tuanya. Ia menuturkan kisahnya dengan jujur dan apa adanya, tanpa tedeng aling-aling, membuat pembaca merasa terhubung dan dipahami secara mendalam. Ia menggambarkan perasaannya saat menerima kabar duka yang menghancurkan, kesulitan dalam menjalani prosesi pemakaman, hingga perjuangan untuk beradaptasi dengan kehidupan tanpa kehadiran orang tua tercinta. Kejujuran dan kerentanan yang ditunjukkan penulis menciptakan ikatan emosional yang kuat dengan pembaca, seolah-olah penulis adalah seorang sahabat yang mengerti dan mendampingi kita dalam kesedihan.

  • Panduan Praktis untuk Menavigasi Duka: “Rumah Ini Tak Lagi Sama” bukan hanya sekedar curahan hati seorang penulis. Lebih dari itu, buku ini juga menyajikan panduan praktis dan langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan untuk menavigasi perjalanan duka. Penulis membagikan tips-tips berharga untuk mengelola emosi yang bercampur aduk, menerima kenyataan yang pahit, menemukan makna di balik kehilangan, hingga memulai proses penyembuhan. Misalnya, penulis menyarankan untuk menulis jurnal sebagai sarana mengungkapkan perasaan, mencari dukungan dari orang-orang terdekat, dan menjaga kesehatan fisik dengan cara makan makanan bergizi dan berolahraga secara teratur.

  • Fokus pada Penyembuhan dan Penerimaan: “Rumah Ini Tak Lagi Sama” menekankan bahwa penyembuhan dan penerimaan adalah tujuan akhir dari perjalanan duka. Penulis dengan bijak menunjukkan bahwa duka adalah proses alami yang perlu dilalui, bukan untuk dihindari atau ditekan. Ia memberikan semangat dan harapan bahwa kita mampu melewati masa-masa sulit ini dan kembali menemukan kebahagiaan dalam hidup. Penulis juga mengajak kita untuk menghormati kenangan orang tua dengan cara yang positif, misalnya dengan melanjutkan nilai-nilai kehidupan yang telah mereka ajarkan atau mewujudkan impian-impian mereka yang belum tercapai.

Kutipan yang Relate Untukmu yang Kehilangan Orang Tua

  • Sampai Jumpa Lagi Pada hari itu, Engkau pulang kepada Pencipta-Mu. Setelah semua kebersamaan yang kita lalui, akhirnya kita harus berpisah. Tidak mudah menerima ini, tetapi aku akan menghadapinya. Terima kasih karena telah hadir dalam hidupku. Terima kasih telah menunjukkan padaku cara hidup yang indah. Terima kasih atas cintamu yang menghangatkan hari-hari dinginku. Kini akan kubagikan cintamu kepada seluruh dunia agar hangat ini dirasakan oleh lebih banyak orang. Maaf karena tak sempat mengutarakannya saat Engkau masih hidup. Maaf atas hatimu yang patah karena perkataan dan perbuatanku. Jangan khawatir, aku akan baik-baik saja. Akan kujalani sisa hidupku dengan baik. Cintamu akan menerangi jalanku. Pergilah dengan tenang, kita akan bertemu lagi. Sampai berjumpa di taman-taman surga.

  • Jangan biarkan kedukaan yang kita alami mengubah kita menjadi tokoh jahat dalam kisah hidup orang lain.

  • Duka itu ibarat ombak besar. Kesibukan hanyalah tanggul sementara yang kita bangun untuk menahan “amukan” si ombak. Selama tenggelam dalam kesibukan, kita tidak merasakan kesedihan itu untuk sesaat. Bukan karena kesedihan itu telah pergi, melainkan karena kita mematikan perasaan kita. Kita membangun benteng tinggi agar terlindungi dari rasa sakit. Semua itu kita lakukan demi bertahan, demi tidak hancur dihantam ombak tinggi kedukaan. Sebagian orang menyebutnya sebagai bukti kekuatan. Namun, kekuatan sebenarnya tidak seperti itu. Kekuatan sesungguhnya justru lahir dari pengakuan dan penerimaan.

  • Saat orang yang kita cintai meninggal, episode tentangnya mungkin telah berakhir dalam cerita hidup kita. Dunia kita pun berhenti berputar. Meski begitu, cerita hidup kita belum berakhir. Ia masih terus berjalan sebagaimana skenario cerita yang telah Tuhan tulis. Kita masih menjadi tokoh utama dalam cerita hidup kita sendiri. Kini, lembar-lembar cerita baru tengah menanti. Mari jalani episode hidup yang masih tersisa. Tak mudah, tetapi tak ada pilihan yang lebih baik lagi. Harapan itu akan selalu ada. Jika suatu saat cerita hidup kita sampai pada episode terakhir, semoga kita menutupnya dengan akhir yang indah.

  • Kematian semestinya membuat kita lebih peduli pada kehidupan. Kematian tak seharusnya membuat kita lupa pada yang hidup. Sebaliknya, kematian justru memberi alasan-alasan baru agar hidup yang tersisa bisa kita jalani dengan lebih bermakna. Kematian tidak bisa mengakhiri cinta dan kebaikan. Oleh sebab itu, kematian orang yang kita cintai tidaklah mengakhiri harapan kita. Harapan itu justru bisa menguat dan menjadi energi yang lebih besar untuk melanjutkan hidup. Meski untuk sesaat rasanya kita kehilangan arah, meski untuk sekejap harapan kita musnah, tetaplah berjalan. Perhatikan kembali arah langkah kita. Tumbuhkan lagi harapan kita. Hidup kita belumlah berakhir. Milikilah tujuan. Peliharalah harapan. Dua hal itu akan menguatkan langkah kita dalam menghadapi kenyataan yang pahit sekalipun.

 

Artikel Lainnya