logo blog buku mojok

Filosofi Korea menurut Bambang Pacul

Akhir-akhir ini, nama Bambang Pacul menjadi bahan obrolan hangat di berbagai kalangan. Bukan tanpa sebab, melainkan karena gayanya yang nyentrik dan ceplas-ceplos dalam setiap tutur katanya. Akan tetapi, tindakan serta tutur katanya berisi dan kerap kali mengandung maksud serta makna yang mendalam.

Dalam buku Mentalitet Korea Jalan Ksatria, Puthut EA sebagai penulis banyak mengulik kisah hidup, pemikiran, dan pandangan-pandangan Bambang Pacul. Segudang bahasan terkait ketiga hal tersebut, tentunya dirangkum dan disajikan secara apik. Namun, timbul satu pertanyaan fundamental dan penting untuk dibahas. Apa arti korea yang Bambang Pacul maksud?

Korea yang umum diketahui oleh masyarakat Indonesia adalah negara Korea, baik menyangkut budaya k-pop, k-drama, maupun pemimpin otoriter Korea Utara Kim Jong Un. Namun konon katanya, negara Korea Selatan ternyata ada sangkut-pautnya dengan konsep korea  Bambang Pacul. Bermula pada perang, kala itu para serdadu Korea memang tak segagah prajurit Jepang. Akan tetapi, mereka memiliki militansi yang tinggi.

Dalam budaya jawa, istilah korea adalah sekumpulan orang dari kelas sosial menengah dan kelas sosial bawah yang memiliki ketahanan serta modal nekat untuk dapat bertahan dalam segala kondisi yang ada. Dalam konteks ekonomi, korea memiliki tujuan untuk “naik kelas”. Lebih lanjut, dengan pengalaman hidup serta daya juang mereka yang tinggi, korea-korea berusaha sekuat tenaga untuk dapat lepas dari belenggu kemiskinan.

Analogi korea mungkin dapat dikenali dari cerita atau kebiasaan umum ini. Dalam sebuah pesta pernikahan, banyak orang berkumpul dan berbaur. Di keramaian, pastinya sulit untuk mengenali satu persatu tamu yang datang. Korea adalah tamu yang membawa amplop kosong (atau tidak membawa amplop) dan kemudian menikmati hidangan yang disajikan. Korea adalah orang tahan malu dan mengambil segala kesempatan yang ada untuk kemaslahatan dirinya.

Ketika menuju atau bahkan sudah “naik kelas”, seorang korea tak boleh lupa dari mana ia berasal. Maka dari itu, istilah asah, asih, asuh berperan penting dalam langkah korea selanjutnya. Ketiga istilah itu juga diekstrak dari budaya Jawa. Istilah asah dapat diartikan seperti mempertajam pikiran dan sense dari seseorang dalam melihat hal atau fenomena yang ada di sekitar.

Kemudian asih berarti mengasihi, umumnya ke semua orang, tetapi lebih ditekankan ke sesama korea yang senasib sepenanggungan. Terakhir adalah asuh yang berarti tetap loyal dan setia kepada orang-orang. Hal ini dijelaskan secara lebih rinci dalam buku Mentalitet Korea Jalan Ksatria ketika Bambang pacul berkunjung ke rumah mantan Menteri Perindustrian Kabinet III (A.R Soehoed) dan berinteraksi.

Masih banyak sebenarnya bahasan mengenai korea yang unik dan dapat ditelaah secara lebih mendalam. Ingin tahu lebih banyak tentang korea? Segera pesan Mentalitet Korea Jalan Ksatria melalui laman resmi Buku Mojok di sini.

Artikel Lainnya