Festival Mojok 2024, yang dikenal sebagai perhelatan akbar yang merayakan musik, seni, dan literasi, kembali menorehkan momen magis yang tak terlupakan. Di tengah hiruk pikuk festival yang dipadati lautan manusia dan deretan musisi ternama, Fanny Soegi, penyanyi folk dengan suara merdu nan khas, mencuri perhatian dengan sebuah penampilan yang menyentuh hati. Bukan hanya melantunkan lagu-lagu hitsnya yang sendu, Fanny Soegi juga membacakan kutipan dari buku “Cinta Tak Pernah Tepat Waktu“ karya Puthut EA.
Fanny Soegi Menghipnotis Pendengarnya Saat Membaca Buku Cinta Tak Pernah Tepat Waktu
Bayangkan suasana syahdu di panggung Festival Mojok. Lampu sorot redup, menyorot Fanny yang membacakan buku yang akan dijadikan film layar lebar. Diiringi petikan gitar yang mengalun lembut, suaranya yang khas membacakan nukilan dari buku tersohor Puhut EA.
“Kenangan dan kesedihan. Dua bersaudara yang aku tidak pernah tahu sampai detik ini, yang manakah yang lebih tua, dan yang mana yang lebih muda.”
Penampilan Fanny malam itu bukan sekedar membaca kutipan buku. Ia menjiwai setiap kata, seolah mengalami sendiri kisah cinta yang penuh liku dalam buku tersebut. Ekspresi wajahnya, intonasi suaranya, dan bahasa tubuhnya menyatu dengan kata-kata Puthut EA, menciptakan sebuah pertunjukan yang indah dan memukau. Beberapa penonton bahkan terlihat meneteskan air mata, terbawa suasana haru yang diciptakan oleh Fanny.
“Cinta Tak Pernah Tepat Waktu” sendiri mengisahkan tentang Tokoh “Aku” yang mencari makna cinta sejati di tengah perjalanan hidupnya yang penuh liku. Ia mengalami berbagai macam pertemuan dan perpisahan, merasakan gejolak cinta yang mendalam, namun juga dihadapkan pada kekecewaan dan patah hati. Melalui kisah Tokoh “Aku”, Puthut EA dengan cerdas mengajak pembaca untuk merefleksikan pengalaman cinta mereka sendiri, menerima kenyataan bahwa cinta tak selalu datang di waktu yang tepat, dan belajar untuk mencintai dengan tulus tanpa mengharapkan balasan.
Novel Puthut EA yang Akan Segera Difilmkan
Novel karya Puthut EA ini akan dialihwahanakan menjadi film layar lebar. Hanung Bramantyo sebagai produser sekaligus sutradara, tertarik dengan cerita dalam novel ini karena memiliki alur cerita yang sangat personal.
“Kenapa saya memutuskan membuat film ini? Ini seperti saya diusia 20 sampai 21 tahun. Masih galau nyari cinta sejati, karya novel Mas Puthut ini membuat saya terinspirasi untuk mengangkat cerita ini,” kata Hanung Bramantyo saat jumpa persnya di daerah Kemang, Jakarta Selatan.
Penampilan Fanny Soegi di Festival Mojok 2024 ini menjadi bukti bahwa seni mampu menjembatani kesenjangan antara generasi dan menghubungkan manusia dengan cara yang unik. Kolaborasi antara musik dan sastra ini tidak hanya menghibur, tetapi juga memberikan pengalaman estetik yang mendalam bagi para penonton.
Beli Buku Cinta Tak Pernah Tepat Waktu
Bagi kamu para pecinta musik dan buku, terutama yang sedang mencari makna cinta sejati, “Cinta Tak Pernah Tepat Waktu” wajib masuk dalam daftar bacaanmu. Buku ini akan menemanimu di kala senang maupun sedih, memberikan pencerahan, dan mengajarkanmu tentang arti cinta yang sesungguhnya. Dapatkan buku ini di website Buku Mojok